Selasa, 12 April 2016

StudiKasus Tindak Pidana Pelanggaran Hak Pemegang Paten


Negara Indonesia adalah negara yang pada dasarnya terdapat berbagai macam peraturan­peraturan tersebut dimuat dalam bentuk peraturan perundang­ undangan. Namun dalam kenyataannya, meskipun Indonesia merupakan negara hukum, masih banyak studi kasus yang terjadi pada masyarakat. Khususnya pada karya intelektual seperti “paten”. Permasalahan yang terjadi dan kini sedang penulis bahas yaitu permasalahan tindak pidana pelanggaran hak pemegang paten.
Pelanggaran terhadap hak paten kini semakin marak dan sampai pada tingkat yang sangat meresahkan, karena pelanggaran pemegang hak paten dapat mematikan kreativisan seseorang dalam berkarya untuk memperoleh penemuan.Penemuan yang baru demi mewujudkan perkembangan teknologi, dan dapat merugikan, membahayakan banyak pihak terutama pemegang hak, negara dan masyarakat. Berbagai cara mereka lakukan untuk mendapatkan keuntungan besar dengan cara yang mudah, serta biaya sedikit agar keinginan mereka tercapai tanpa memikirkan kerugian pihak lain.
Salah satu contoh kasus tentang tindak pidana pelanggaran hak
Pemegang paten yang terdapat di pengadilan negeri Surabaya.9 Di mana L. Hadi Pujiono selaku sebagai terdakwa yang pernah bekerja pada PT. Alfa Mandiri dengan jabatan kepala produksi milik saksi korban Hendro Susanto Yonathan selaku sebagai saksi korban, yang bergerak dibidang pembuatan dan produksi selang lentur tahan panas dan dingin. Dalam kasus di atas, kemudian L. Hadi Pujiono keluar dari perusahaan tersebut tanpa alasan apapun(keluar tanpa pamit) kepada korban Hendro Susanto Yonathan.
Kronologi tersebut berawal sekitar bulan Desember 2007, bertempat di rumah terdakwa sendiri Desa Kepuharjo Kecamatan Karang Ploso Kabupaten Malang telah membuat dan memproduksi sendiri selang lentur tahan panas dan dingin yang diberi Merk Ductflex, dan produksi terdakwa belum terdaftarkan pada Ditjen HAKI Departemen Hukum dan Ham (belum dipatenkan), akan tetapi sudah pernah diujikan pada ITS Surabaya pada tanggal 06 Agustus dan 08 Agustus 2007 oleh kepala laboratorium Prof. Dr. Ir. Achmad Roesyadi,DEA.
9 Berkas pengadilan Negeri Surabaya, No.3779/Pid.B/2008/P.N.sby, pada tanggal 28 April 2009
Adapun produk selang lentur tahan panas dan dingin yang dibuat oleh terdakwa L. Hadi Pujiono terdapat kesamaan dengan selang produksi milik korban Hendro Susanto Yonathan, yaitu mengenai bentuk, kawat spiral, lem dan kwalitas lainnya yang sudah didaftarkan pada Departemen HAKI untuk mendapatkan Hak Paten pada tahun 2002 dan telah mendapatkan sertifikat Hak Paten tanggal 17 September 2004, yang berlaku selama 20 tahun terhitung sejak pendaftaran dari korban Hendro tahun 2002.selang lentur tahan panas dan dingin milik terdakwa yang diberi Merk Ductflex, telah dijual dan dipasarkan oleh Antonius Ngelo selaku pemilik PT. Guardian ditokonya jalan Semarang No. 31 Surabaya. Akibat dari perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa L. Hadi Pujiono, saksi korban Hendro Susanto Yonathan, SE pendapatannya mengalami penurunan dan menderita kerugian sebesar ± Rp. 250.000.000,00 (Dua ratus lima puluh juta rupiah). Akhirnya kejadian tersebut dilaporkan oleh saksi korban Hendro Susanto Yonathan, SE kepada pihak yang berwajib.
Dari penjelasan fenomena kasus di atas, cukup jelas bahwa L. Hadi Pujiono selaku terdakwa bersalah melakukan tindak pidana baik sebagai orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau turut serta melakukan dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak pemegang paten dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana diatur dalam pasal 130 jo pasal 16 (1) huruf a UU No. 14 tahun 2001 tentang paten jo pasal 55 (1) ke. 1 KUHP.
Berikut UU Hak Cipta
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2001
TENTANG
PATEN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :        a. bahwa sejalan dengan ratifikasi Indonesia pada perjanjian-perjanjian internasional,
perkembangan teknologi, industri, dan perdagangan yang semakin pesat, diperlukan
adanya Undang-undang Paten yang dapat memberikan perlindungan yang wajar bagi
Inventor;
b. bahwa hal tersebut pada butir a juga diperlukan dalam rangka menciptakan iklim
persaingan usaha yang jujur serta memperhatikan kepentingan masyarakat pada
umumnya;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut dalam huruf a dan b serta
memperhatikan pengalaman dalam melaksanakan Undang-undang Paten yang ada,
dipandang perlu untuk menetapkan Undang-undang Paten yang baru menggantikan
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan atas
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2) dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945;
 2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing
the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan
Dunia), (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3564);
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PATEN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
2. Invensi adalah ide Inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang pesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.
3. Inventor adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi.
4. Pemohon adalah pihak yang mengajukan Permohonan Paten.
5. Permohonan adalah permohonan Paten yang diajukan kepada Direktorat Jenderal.
6. Pemegang Paten adalah Inventor sebagai pemilik Paten atau pihak yang menerima hak tersebut dari pemilik Paten atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut, yang terdaftar dalam Daftar Umum Paten.
7. Kuasa adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual.
8. Pemeriksa adalah seseorang yang karena keahliannya diangkat dengan Keputusan Menteri sebagai pejabat fungsional Pemeriksa Paten dan ditugasi untuk melakukan pemeriksaan substantif terhadap Permohonan.
9. Menteri adalah menteri yang membawahkan departemen yang salah satu tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan di bidang Hak Kekayaan Intelektual, termasuk Paten.
10. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada di bawah departemen yang dipimpin oleh Menteri.
11. Tanggal Penerimaan adalah tanggal penerimaan Permohonan yang telah memenuhi persyaratan administratif.
12. Hak Prioritas adalah hak Pemohon untuk mengajukan Permohonan yang berasal dari negara yang tergabung dalam Paris Convention for the protection of Industrial Property atau Agreement Establishing the World Trade Organization untuk memperoleh pengakuan bahwa tanggal penerimaan di negara asal merupakan tanggal prioritas di negara tujuan yang juga anggota salah satu dari kedua perjanjian itu selama pengajuan tersebut dilakukan dalam kurun waktu yang telah ditentukan berdasarkan Paris Convention tersebut.
13. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Paten kepada pihak lain berdasarkan perjanjian pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu Paten yang diberi perlindungan dalam jangka waktu dan syarat tertentu.
14. Hari adalah hari kerja.

Pasal 2 Dst

Sumber:
http://www.dgip.go.id/images/adelch-images/pdf-files/uu_pp/uunomor142001.pdf
http://digilib.uinsby.ac.id/10045/4/bab%203.pdf