Negara Indonesia adalah negara
yang pada dasarnya terdapat berbagai macam peraturanperaturan tersebut dimuat
dalam bentuk peraturan perundang undangan. Namun dalam kenyataannya, meskipun
Indonesia merupakan negara hukum, masih banyak studi kasus yang terjadi pada
masyarakat. Khususnya pada karya intelektual seperti “paten”. Permasalahan yang
terjadi dan kini sedang penulis bahas yaitu permasalahan tindak pidana
pelanggaran hak pemegang paten.
Pelanggaran terhadap hak paten
kini semakin marak dan sampai pada tingkat yang sangat meresahkan, karena
pelanggaran pemegang hak paten dapat mematikan kreativisan seseorang dalam
berkarya untuk memperoleh penemuan.Penemuan yang baru demi mewujudkan
perkembangan teknologi, dan dapat merugikan, membahayakan banyak pihak terutama
pemegang hak, negara dan masyarakat. Berbagai cara mereka lakukan untuk
mendapatkan keuntungan besar dengan cara yang mudah, serta biaya sedikit agar
keinginan mereka tercapai tanpa memikirkan kerugian pihak lain.
Salah satu contoh kasus tentang tindak pidana pelanggaran
hak
Pemegang paten yang terdapat di
pengadilan negeri Surabaya.9 Di mana L. Hadi Pujiono selaku sebagai terdakwa
yang pernah bekerja pada PT. Alfa Mandiri dengan jabatan kepala produksi milik
saksi korban Hendro Susanto Yonathan selaku sebagai saksi korban, yang bergerak
dibidang pembuatan dan produksi selang lentur tahan panas dan dingin. Dalam
kasus di atas, kemudian L. Hadi Pujiono keluar dari perusahaan tersebut tanpa
alasan apapun(keluar tanpa pamit) kepada korban Hendro Susanto Yonathan.
Kronologi tersebut berawal
sekitar bulan Desember 2007, bertempat di rumah terdakwa sendiri Desa Kepuharjo
Kecamatan Karang Ploso Kabupaten Malang telah membuat dan memproduksi sendiri
selang lentur tahan panas dan dingin yang diberi Merk Ductflex, dan produksi
terdakwa belum terdaftarkan pada Ditjen HAKI Departemen Hukum dan Ham (belum
dipatenkan), akan tetapi sudah pernah diujikan pada ITS Surabaya pada tanggal
06 Agustus dan 08 Agustus 2007 oleh kepala laboratorium Prof. Dr. Ir. Achmad
Roesyadi,DEA.
9 Berkas pengadilan Negeri Surabaya, No.3779/Pid.B/2008/P.N.sby,
pada tanggal 28 April 2009
Adapun produk selang lentur tahan
panas dan dingin yang dibuat oleh terdakwa L. Hadi Pujiono terdapat kesamaan
dengan selang produksi milik korban Hendro Susanto Yonathan, yaitu mengenai
bentuk, kawat spiral, lem dan kwalitas lainnya yang sudah didaftarkan pada
Departemen HAKI untuk mendapatkan Hak Paten pada tahun 2002 dan telah
mendapatkan sertifikat Hak Paten tanggal 17 September 2004, yang berlaku selama
20 tahun terhitung sejak pendaftaran dari korban Hendro tahun 2002.selang
lentur tahan panas dan dingin milik terdakwa yang diberi Merk Ductflex, telah
dijual dan dipasarkan oleh Antonius Ngelo selaku pemilik PT. Guardian ditokonya
jalan Semarang No. 31 Surabaya. Akibat dari perbuatan yang dilakukan oleh
terdakwa L. Hadi Pujiono, saksi korban Hendro Susanto Yonathan, SE
pendapatannya mengalami penurunan dan menderita kerugian sebesar ± Rp.
250.000.000,00 (Dua ratus lima puluh juta rupiah). Akhirnya kejadian tersebut
dilaporkan oleh saksi korban Hendro Susanto Yonathan, SE kepada pihak yang
berwajib.
Dari penjelasan fenomena kasus di
atas, cukup jelas bahwa L. Hadi Pujiono selaku terdakwa bersalah melakukan
tindak pidana baik sebagai orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan atau
turut serta melakukan dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak pemegang paten
dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana diatur dalam pasal 130 jo
pasal 16 (1) huruf a UU No. 14 tahun 2001 tentang paten jo pasal 55 (1) ke. 1
KUHP.
Berikut UU Hak Cipta
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 14 TAHUN 2001
TENTANG
PATEN
DENGAN
RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa sejalan dengan ratifikasi
Indonesia pada perjanjian-perjanjian internasional,
perkembangan teknologi, industri,
dan perdagangan yang semakin pesat, diperlukan
adanya Undang-undang Paten yang
dapat memberikan perlindungan yang wajar bagi
Inventor;
b. bahwa hal tersebut pada butir
a juga diperlukan dalam rangka menciptakan iklim
persaingan usaha yang jujur serta
memperhatikan kepentingan masyarakat pada
umumnya;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana tersebut dalam huruf a dan b serta
memperhatikan pengalaman dalam
melaksanakan Undang-undang Paten yang ada,
dipandang perlu untuk menetapkan
Undang-undang Paten yang baru menggantikan
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989
tentang Paten sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 13
Tahun 1997 tentang Perubahan atas
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989
tentang Paten;
Mengingat : 1.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2) dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945;
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang
Pengesahan Agreement Establishing
the World Trade Organization
(Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan
Dunia), (Lembaran Negara Tahun
1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3564);
Dengan
persetujuan
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PATEN
BAB
I
KETENTUAN
UMUM
Pasal
1
Dalam Undang-undang ini yang
dimaksud dengan:
1. Paten
adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil
Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan
sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain
untuk melaksanakannya.
2. Invensi
adalah ide Inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah
yang pesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau
penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.
3. Inventor
adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama
melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang menghasilkan Invensi.
4. Pemohon
adalah pihak yang mengajukan Permohonan Paten.
5. Permohonan
adalah permohonan Paten yang diajukan kepada Direktorat Jenderal.
6. Pemegang
Paten adalah Inventor sebagai pemilik Paten atau pihak yang menerima hak
tersebut dari pemilik Paten atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak
tersebut, yang terdaftar dalam Daftar Umum Paten.
7. Kuasa
adalah Konsultan Hak Kekayaan Intelektual.
8. Pemeriksa
adalah seseorang yang karena keahliannya diangkat dengan Keputusan Menteri sebagai
pejabat fungsional Pemeriksa Paten dan ditugasi untuk melakukan pemeriksaan
substantif terhadap Permohonan.
9. Menteri
adalah menteri yang membawahkan departemen yang salah satu tugas dan tanggung jawabnya
meliputi pembinaan di bidang Hak Kekayaan Intelektual, termasuk Paten.
10. Direktorat
Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada di
bawah departemen yang dipimpin oleh Menteri.
11. Tanggal
Penerimaan adalah tanggal penerimaan Permohonan yang telah memenuhi persyaratan
administratif.
12. Hak
Prioritas adalah hak Pemohon untuk mengajukan Permohonan yang berasal dari
negara yang tergabung dalam Paris Convention for the protection of Industrial
Property atau Agreement Establishing the World Trade Organization untuk memperoleh
pengakuan bahwa tanggal penerimaan di negara asal merupakan tanggal prioritas di
negara tujuan yang juga anggota salah satu dari kedua perjanjian itu selama
pengajuan tersebut dilakukan dalam kurun waktu yang telah ditentukan
berdasarkan Paris Convention tersebut.
13. Lisensi
adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Paten kepada pihak lain berdasarkan
perjanjian pemberian hak untuk menikmati manfaat ekonomi dari suatu Paten yang
diberi perlindungan dalam jangka waktu dan syarat tertentu.
14. Hari
adalah hari kerja.
Pasal 2 Dst
Pasal 2 Dst
Sumber:
http://www.dgip.go.id/images/adelch-images/pdf-files/uu_pp/uunomor142001.pdf
http://digilib.uinsby.ac.id/10045/4/bab%203.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar