Senin, 29 Januari 2018

INSINYUR


Pendidikan Menjadi Insinyur
Ir. Rudianto Handojo, IPM
Direktur Eksekutif PII
Lebih dari 60 tahun yang lalu pencantuman gelar Ir., Dr., Mr., Drs., biasa dilakukan di depan nama oleh mereka yang telah menyelesaikan pendidikan ilmu teknik, ilmu kedokteran, ilmu hukum dan ilmu sains serta non eksakta. PII didirikan pada era ahli teknik adalah Insinyur, dan anggota PII adalah para insinyur. Kemudian jaman berubah. Mungkin dengan semangat mengindonesiakan semua yang berbau Belanda, kemudian dalam ijazah, muncul lah gelar sarjana teknik (ST), sarjana kedokteran (S.Ked), sarjana hukum (SH), juga S.Sos., SE., dan lainnya, sebagai gelar yang diperoleh setelah mahasiswa menyelesaikan pendidikan strata 1. Diletakannya pun di belakang nama.
Belakangan disepakati bahwa, untuk mendapatkan gelar Insinyur, seseorang harus menyelesaikan pendidikan tinggi dengan mengantungi lebih dari 160 SKS. Namun sejak tahun 1993, untuk lulus dari pendidikan tinggi teknik , mahasiswa hanya harus menyelesaikan 144 SKS dengan masa kuliah 4 tahun. Mulai saat itu juga lulusannya bergelar ST. Lambat laun gelar Insinyur seperti hilang dan seolah menjadi sejarah. Hanya PII yang terus menghimpun anggotanya, para insinyur. Pada saat itu terjadi kesepakatan bahwa ST adalah gelar akademis yang diberikan perguruan tinggi, dan Insinyur adalah gelar profesi yang diberikan karena yang bersangkutan berkarir atau berprofesi di bidang keinsinyuran. PII sangat berkepentingan dengan masalah gelar ini, yang sejak tahun 1997, sistemnya memberi gelar Insinyur Profesional (IP) yang diakui kesetaraannya di lingkungan APEC, dengan syarat harus menyandang gelar Insinyur terlebih dulu.
Pada 2003, UU SISDIKNAS No 20/2003 disahkan. Pasal 21 UU ini menyatakan bahwa gelar profesi hanya diberikan oleh perguruan tinggi (Perti). Pengaturan yang lebih lengkap muncul di UU DIKTI No 12/2012 pasal 24, yang mulai menyebut program profesi sebagai pendidikan untuk sarjana guna memeroleh kecakapan yang diperlukan dalam dunia kerja. Program profesi diselenggarakan oleh Perti bekerja sama dengan organisasi profesi. Lulusan program profesi ini berhak menggunakan gelar profesi, termasuk apa yang sekarang dikenal sebagai program profesi insinyur. Setelah PII berjuang hampir 20 tahun, akhirnya lahirlah UU No 11/2014 tentang Keinsinyuran. Pengesahan UU ini semakin menegaskan bahwa gelar profesi di bidang keinsinyuran adalah Insinyur, yang dapat disandang seseorang dengan mengikuti Program Profesi Insinyur (PPI). Menurut UU ini, seorang sarjana teknik atau ST yang ingin mendapat gelar Insinyur, dapat mengikuti PPI. Dari kajian yang dilakukan PII, program ini direncanakan memiliki nilai studi antara 18-36 SKS yang dua pertiganya adalah dengan magang di industri. Namun yang penting adalah semangat program ini yang bertujuan untuk menjadikan para ST siap berprofesi sebagai Insinyur.
Insinyur adalah universal, dengan kriteria insinyur yang berlaku universal. Acuan yang biasa digunakan dalam bidang keinsinyuran dunia adalah yang diperkenalkan oleh ABET (Accreditation Board for Engineering and Technology), sebuah lembaga akreditasi untuk program studi keinsinyuran yang berlokasi di Amerika Serikat. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh seorang insinyur. Di sisi lain, Insinyur juga mempunyai standar nasional, sehingga perlu memahami standar layanan insinyur serta hak dan kewajiban insinyur sebagaimana yang tertera dalam UU Keinsinyuran. Dengan demikian, kini, kita memasuki era baru bahwa gelar Insinyur dapat digunakan secara luas dan legal, asal telah lulus dari Program Profesi Insinyur yang diselenggarakan bersama oleh Perti dan PII.

Pembangunan Keinsinyuran Indonesia
Prof. Dr. Ir. Harijono A. Tjokronegoro, DEA, IPM.
Guru Besar Institut Teknologi Bandung
Kehadiran UU Nomor 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran adalah solusi pembangunan keinsinyuran Indonesia sehubungan dengan keberadaannya dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Sebagaimana diketahui, Indonesia bukan saja ketinggalan dalam jumlah, namun juga pada pengakuan kualitas insinyur yang menjadi tantangan amat penting pembangunan daya saing menghadapi kesejajaran dengan negara-negara di ASEAN. Untuk itu, UU Keinsinyuran dimaksudkan guna menjawab tantangan tersebut, dengan mengatur pembangunan keinsinyuran di Indonesia melalui dua tahap, yaitu program (pendidikan) profesi insinyur dan registrasi insinyur profesional, di mana ujung dari keduanya adalah ijin bagi insinyur (termasuk insinyur asing) untuk melakukan praktik keinsinyuran di Indonesia. UU Keinsinyuran menjamin serta memberikan perlindungan hukum bagi insinyur teregistrasi (registered engineer), pengguna (yang memekerjakan tenaga insinyur),maupun pemanfaat (masyarakat yang memanfaatkan karya insinyur) yang berkenaandengan kegiatan dan karya keinsinyuran. Kata kunci UU Keinsinyuran adalah kepastian hukum bagi penyelenggara keinsinyuran, perlindungan hukum bagi pengguna dan pemanfaat karya keinsinyuran, kewenangan insinyur, kewajiban, tanggung jawab dan hak insinyur, serta program (pendidikan) profesi insinyur oleh perguruan tinggi.
Dalam pendidikan insinyur, UU Keinsinyuran mengamanatkan kepada perguruan tinggi (PT), bersama-sama dengan PII serta pemangku kepentingan terkait, untuk menyelenggarakan program (pendidikan) profesi insinyur (PPI). Dalam pelaksanaannya, atas usul PT dan Dewan Insinyur Indonesia, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) akan menerbitkan standar PPI untuk disiplin/bidang keinsinyuran yang dibutuhkan oleh industri dan/atau masyarakat. Mereka yang dinyatakan lulus dari PPI akan mendapatkan gelar insinyur (Ir) di depan nama yang bersangkutan dari PT penyelenggara PPI. Dan bagi mereka yang telah memenuhi standar PPI, baik melalui program profesi atau program rekognisi pembelajaran lampau (RPL), serta telah lulus PPI akan mendapatkan sertifikat profesi insinyur (SPI) yang diterbitkan oleh Persatuan Insinyur Indonesia. Dengan pengakuan tersebut, setiap orang yang memiliki SPI dapat melakukan pekerjaan (praktik) keinsinyuran yang dilindungi oleh undang-undang sesuai kualifikasi yang dimilikinya. SPI adalah „tiket bagi sesorang untuk berkarier sebagai insinyur profesional.
UU Keinsinyuran juga memberi mandat kepada Persatuan Insinyur Indonesia (PII) untuk menerbitkan surat tanda registrasi insinyur (STRI) kepada setiap insinyur profesional yang memiliki sertifikat kompetensi insinyur (SKI), yaitu mereka yang telah lulus uji kompetensi insinyur. Uji kompetensi insinyur dilakukan oleh suatu lembaga sertifikasi profesi (LSP) mandiri berdasarkan standar kompetensi yang ditetapkan oleh Dewan Insinyur Indonesia (DII). Dalam hal ini LSP menerbitkan sertifikat kompetensi insinyur (SKI) untuk setiap insinyur yang lulus uji kompetensi. Pemegang SKI dalam terminologi umum dikenal pula sebagai insinyur profesional (IP). Hanya kepada pemegang STRI (yaitu pemilik SKI) yang kemudian dapat melakukan praktik keinsinyuran di Indonesia, beserta sanksi-sanksi yang melekat bagi yang tidak memiliki STRI namun melakukan pekerjaan keinsinyuran. Demikian pula halnya insinyur asing yang hendak melakukan praktik keinsinyuran di Indonesia. Mereka harus memiliki STRI yang berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperbaharui melalui program pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) dan proses uji ulang kompetensi oleh LSP terkait.
 Untuk semua di atas, yang menjadi objektif keinsinyuran, adalah mencakup disiplin teknik kebumian dan energi; rekayasa sipil dan lingkungan terbangun; industri; konservasi dan pengelolaan sumber daya alam; pertanian dan hasil pertanian; teknologi kelautan dan perkapalan; dan aeronautika dan astronotika.
Sementara itu, bidang-bidang keinsinyuran yang menjadi perhatian UU Keinsinyuran meliputi pengkajian dan komersialisasi; konsultasi, rancang bangun, dan konstruksi; teknik dan manajemen industri, manufaktur, pengolahan, dan proses produk; eksplorasi dan eksploitasi sumber daya mineral; penggalian, penanaman, peningkatan, dan pemuliaan sumber daya alami; dan pembangunan, pembentukan, pengoperasian, dan pemeliharaan aset.
Dalam UU ini juga terdapat dua lembaga yang mendapatkan amanat langsung yang berhubungan dengan penyelenggaraan kinsinyuran di Indonesia, yaitu Dewan Insinyur Indonesia dan Persatuan Insinyur Indonesia. Dewan Insinyur Indonesia atau DII adalah lembaga yang bertanggung jawab kepada Presiden, yang memiliki fungsi perumusan kebijakan Penyelenggaraan dan pengawasan pelaksanaan praktik keinsinyuran di Indonesia. Diantara tugas serta kewenangan DII adalah berhubungan dengan standar PPI, standar PKB, dan menetapkan standar kompetensi serta uji kompetensi insinyur. Sedangkan Persatuan Insinyur Indonesia atau PII adalah himpunan insinyur Indonesia, yang memiliki fungsi pelaksanaan praktik keinsinyuran di Indonesia. Di antara tugas dan kewenangan PII adalah berhubungan dengan pelayanan keinsinyuran, pelaksanaan PPI bersama perguruan tinggi, pelaksanaan PKB, melakukan pengendalian dan pengawasan bagi terpenuhinya kewajiban insinyur, dan menerbitkan, memperpanjang, membekukan dan mencabut STRI.
 Dengan terdapatnya perlindungan hukum atas hak serta kewenangan insinyur yang diatur oleh UU Keinsinyuran, maka akan didapat bukan saja pertumbuhan jumlah isinyur, namun juga peningkatan atas kualitas insinyur guna penguatan kemandirian hingga daya saing insinyur dan keinsinyuran Indonesia. Tidak ada pilihan, setiap institusi dan atau organisasi harus segera melakukan upaya kualifikasi (mendapatkan SKI) hingga registrasi (mendapatkan STRI) untuk setiap insinyur yang dimilikinya sehingga institusi yang bersangkutan memiliki kapasitas untuk menjalankan berbagai pekerjaan atau praktik keinsinyuran. Kehadiran UU Keinsinyuran diharapkan pula mampu menumbuhkan minat dan kesadaran individu untuk berkarier sebagai insinyur profesional dengan pengakuan kompetensi (memiliki SKI) hingga memiliki STRI yang dilindungi undang-undang. Dan dengan cara demikian maka daya saing insinyur Indonesia dapat terwujud, bukan saja untuk MEA namun juga untuk kemandirian pembangunan Indonesia.
Menuju diberlakukannya secara penuh UU Keinsinyuran, serta sambil menunggu terbentuknya Dewan Insinyur Indonesia (DII) - yang antara lain akan menetapkan rumusan kebijakan yang berhubungan dengan kualifikasi dan kompetensi insinyur Indonesia - Persatuan Insinyur Indonesia (PII) membuka kesempatan kepada mereka yang telah memiliki cukup pengalaman dalam pekerjaan keinsinyuran untuk menjadi anggota PII dan mendapatkan pengakuan insinyur profesional (IP). PII pada saat ini menerbitkan tiga macam kualifikasi IP (setara dengan SKI), yaitu IP Pratama (IPP), IP Madya (IPM) dan IP Utama (IPU). Kualifikasi IP diberikan kepada anggota PII berdasarkan kompetensi yang dapat ditunjukkan/dibuktikan berdasarkan pengalaman yang dimiliki anggota. Mereka yang mendapatkan pengakuan IP dari PII, menurut UU Keinsinyuran, dinyatakan sebagai insinyur teregistrasi, atau setara pemegang STRI.Upaya ini dimaksudkan guna mempercepat tumbuhnya jumlah IP yang diakui oleh UU Keinsinyuran guna terwujudnya daya saing keinsinyuran bangsa. PII menerbitkan sertifikat pengakuan IPP, IPM, dan IPU berdasarkan rekomendasi dari Majelis Penilai (MP) berbasis hasil penilaian kompetensi yang besangkutan, yang ditunjukkan/dibuktikan oleh himpunan pengalaman dalam pekerjaan keinsinyuran yang dituangkan di dalam form aplikasi insinyur profesional (FAIP).

Pada saat ini, melalui MP Badan Kejuruan (BK), PII melakukan penilaian kompetensi keinsinyuran untuk 15 bidang/kejuruan: Sipil, Teknik Arsitektur, Mesin, Kimia, Teknik Fisika, Teknik Pertanian, Teknik Kedirgantaraan, Teknik Kebumian dan Energi, Teknik Elektro, Teknik Material, Teknik Industri, Teknologi Pertambangan, Teknik Geodesi, Teknik Kelautan, dan Teknik Lingkungan. PII adalah anggota dari Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK), ASEAN Engineer, dan APEC Engineer. Dengan demikian, melalui PII, setiap anggota PII mempunyai hak untuk mendapatkan pengkuan dari LPJK (mendapatkan sertifikat keahlian atau SKA), ASEAN Engineer Register, dan APEC Engineer Register, sesuai dengan kualifikasi yang dimilikinya.

Penegakan hukum Terhadap Pelanggaran Hak Cipta VCD di Yogyakarta


Hak cipta menurut pasal 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagaimana definisi yang telah disebutkan dalam pasal tersebut bahwa Hak Cipta merupakan hak yang dimonopoli bagi penciptanya untuk memberikan izin atau tidaknya sebuah karya cipta, tentunya hal ini memberikan implikasi bagi pihak yang mempergunakan suatu ciptaan orang lain tanpa seizin pemilik Hak Cipta tersebut maka merupakan suatu pelanggaran. Melihat kenyataan saat ini, banyak kita temukan hasil pelanggaran Hak Cipta seperti pembajakan film, musik yang sangat mudah ditemukan untuk diperjual belikan di sekitar kita.
Informasi diperoleh dari salah satu pedagang bahwa mereka telah berjualan selama bertahun-tahun sebagai mata pencaharian utama dengan berdagang VCD maupun DVD bajakan. Adapun proses peredaran VCD bajakan di daerah Yogyakarta dijabarkan pada bagan sebagai berikut:
Penegakan Hukum Pelanggaran Hak Cipta di Kawasan Yogyakarta
Penegak hukum merupakan suatu alat negara yang berfungsi untuk menegakkan peraturan yang dibuat oleh suatu kekuasaaan, seperti Polisi, Jaksa, Hakim, Pengacara (Advokat), dan lain sebagainnya. Penegakan hukum yang dilakukan Polda DIY terhadap pelanggran Hak Cipta di wilayah Yogyakarta terdiri dari dua cara yaitu sebagai berikut:
A. Tindakan Represif
Upaya penindakan yang dilakukan oleh Aparatur Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menanggulangi pelanggaran Hak Cipta adalah sebagai berikut:
A) Penyelidikan dan Penyidikan
B) Penangkapan
C) Penggeledahan
D) Penyitaan
B. Tindakan Preventif
Upaya pencegahan merupakan kegiatan yang ditujukan untuk mencegah secara langsung terjadinya kegiatan-kegiatan yang dapat menimbulkan tindak pelanggaran terhadap Hak Cipta. Adapun kegiatan yang dilakukan Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta dalam menaggulangi pelanggran Hak Cipta di wilayah Yogyakarta adalah:
A. Sosialisasi Kepada Masyarakat
B. Rapat Koordinasi
Hambatan dan Kendala POLDA DIY dalam Upaya Penegakan Hukum Pelanggaran Hak Cipta di Kawasan Yogyakarta
Dalam menangani permasalahan penegakan hukum terhadap pelanggaran Hak Cipta yang terjadi di wilayah Yogyakarta, aparat penegak hukum khususnya jajaran Polda DIY mengalami hambatan yang Menyebabkan kurang efektifnya penegakan hukum itu sendiri. Adapun beberapa hambatan atau kendala yang dihadapi jajaran Polda DIY dalam upaya penegakan hukum terhadap pelanggaran Hak Cipta tersebut adalah sebagai berikut.
A. Permasalahan Ekonomi
Permasalahan Ekonomi dimaksud bahwa pada umumnya praktik pelanggaran Hak Cipta yang terjadi di wilayah Yogyakarta merupakan kegiatan menjual atau mengedarkan barang hasil Pelanggaran Hak Cipta baik berupa menjual VCD/DVD maupun buku-buku yang bukan asli (bajakan), dimana hal tersebut mayoritas dilakukan oleh pedagang kecil atau kaki lima Dengan dilatar belakangi faktor ekonomi
B. Permasalahan Barang-barang hasil pelanggaran
Maksud barang-barang hasil pelanggaran ialah barang barang yang merupakan hasil dari adanya pelanggran hukum Hak Cipta merupakan barang-barang yang didistribusikan berasal dari Luar daerah Yogyakarta
C. Minimnya kesadaran masyarakat
Maksud mininya kesadaran masyarakat ialah presepsi masyarakat terhadap barang-barang bajakan lebih murah  dibandingkan dengan barang yang asli sehingga mereka lebih memilih barang bajakan karena lebih murah dan mudah diperoleh walaupun dengan kualitas yang jauh berbeda dengan yang asli.
D. Kurangnya kerjasama dari pihak percetakan/penerbit
Maksud kurangnya kerjasama dari percetakan ialah khusunya pelanggaran Hak Cipta pada buku-buku, bahwa kesulitan yang dialami Polda DIY dikarenakan masih tertutupnya pihak percetakan dalam upaya kerjasama pencegahan pelanggaran Hak Cipta.


sumber:


Sabtu, 04 November 2017

Contoh Kasus Pelanggaran Standar Teknis Dan Standar Manajemen



Malinda Palsukan Tanda Tangan Nasabah
JAKARTA, KOMPAS.com – Terdakwa kasus pembobolan dana Citibank, Malinda Dee binti Siswowiratmo (49), diketahui memindahkan dana beberapa nasabahnya dengan cara memalsukan tanda tangan mereka di formulir transfer.

Hal ini terungkap dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum di sidang perdananya, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (8/11/2011). “Sebagian tanda tangan yang ada di blangko formulir transfer tersebut adalah tandatangan nasabah,” ujar Jaksa Penuntut Umum, Tatang sutar

Malinda antara lain memalsukan tanda tangan Rohli bin Pateni. Pemalsuan tanda tangan dilakukan sebanyak enam kali dalam formulir transfer Citibank bernomor AM 93712 dengan nilai transaksi transfer sebesar 150.000 dollar AS pada 31 Agustus 2010. Pemalsuan juga dilakukan pada formulir bernomor AN 106244 yang dikirim ke PT Eksklusif Jaya Perkasa senilai Rp 99 juta. Dalam transaksi ini, Malinda menulis kolom pesan, “Pembayaran Bapak Rohli untuk interior”.

Pemalsuan lainnya pada formulir bernomor AN 86515 pada 23 Desember 2010 dengan nama penerima PT Abadi Agung Utama. “Penerima Bank Artha Graha sebesar Rp 50 juta dan kolom pesan ditulis DP untuk pembelian unit 3 lantai 33 combine unit,” baca jaksa.

Masih dengan nama dan tanda tangan palsu Rohli, Malinda mengirimkan uang senilai Rp 250 juta dengan formulir AN 86514 ke PT Samudera Asia Nasional pada 27 Desember 2010 dan AN 61489 dengan nilai uang yang sama pada 26 Januari 2011. Demikian pula dengan pemalsuan pada formulir AN 134280 dalam pengiriman uang kepada seseorang bernama Rocky Deany C Umbas sebanyak Rp 50 juta pada 28 Januari 2011 untuk membayar pemasangan CCTV milik Rohli.

Adapun tanda tangan palsu atas nama korban N Susetyo Sutadji dilakukan lima kali, yakni pada formulir Citibank bernomor No AJ 79016, AM 123339, AM 123330, AM 123340, dan AN 110601. Secara berurutan, Malinda mengirimkan dana sebesar Rp 2 miliar kepada PT Sarwahita Global Management, Rp 361 juta ke PT Yafriro International, Rp 700 juta ke seseorang bernama Leonard Tambunan. Dua transaksi lainnya senilai Rp 500 juta dan 150 juta dikirim ke seseorang bernamVigor AW Yoshuara.

“Hal ini sesuai dengan keterangan saksi Rohli bin Pateni dan N Susetyo Sutadji serta saksi Surjati T Budiman serta sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan laboratoris Kriminalistik Bareskrim Polri,” jelas Jaksa. Pengiriman dana dan pemalsuan tanda tangan ini sama sekali tak disadari oleh kedua nasabah tersebut.


komentar

pada kasus tersebut prinsip etika profesi yang dilanggar adalah pemalsuan tanda tangan sebanyak 6 kali, dimana seharusnya sebagai profesional yang senantiatasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam setiap kegiatan yang dilakukannya. Selain itu seharusnya tidak melanggar prinsip etika profesi yang kedua,yaitu kepentingan publik, yaitu dengan cara menghormati kepercayaan publik. Kemudian tetap memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik sesuai dengan prinsip integritas. Seharusnya tidak melanggar juga prinsip obyektivitas yaitu dimana setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya, dan melanggar prinsip kedelapan yaitu standar teknis Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.

Peran, Fungsi dan Tugas BSN, KAN, Dan KSNKU

Badan Standardisasi Nasional merupakan Lembaga pemerintah non-kementerian Indonesia dengan tugas pokok mengembangkan dan membina kegiatan standardisasi di negara Indonesia. Badan ini menggantikan fungsi dari Dewan Standardisasi Nasional (DSN). Dalam melaksanakan tugasnya Badan Standardisasi Nasional berpedoman pada Peraturan Pemerintah tentang Standardisasi Nasional. Badan ini menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang digunakan sebagai standar teknis di Indonesia. Badan Standardisasi Nasional dibentuk dengan Keputusan Presiden No. 13 Tahun 1997 yang disempurnakan dengan Keputusan Presiden No. 166 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah dan yang terakhir dengan Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001, merupakan Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) dengan tugas pokok mengembangkan dan membina kegiatan standardisasi di Indonesia.
Pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Standardisasi Nasional di bidang akreditasi dilakukan oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). KAN mempunyai tugas menetapkan akreditasi dan memberikan pertimbangan serta saran kepada BSN dalam menetapkan sistem akreditasi dan sertifikasi. Sedangkan pelaksanaan tugas dan fungsi BSN di bidang Standar Nasional untuk Satuan Ukuran dilakukan oleh Komite Standar Nasional untuk Satuan Ukuran (KSNSU). KSNSU mempunyai tugas memberikan pertimbangan dan saran kepada BSN mengenai standar nasional untuk satuan ukuran.Sesuai dengan tujuan utama standardisasi adalah melindungi produsen, konsumen, tenaga kerja dan masyarakat dari aspek keamanan, keselamatan, kesehatan serta pelestarian fungsi lingkungan, pengaturan standardisasi secara nasional ini dilakukan dalam rangka membangun sistem nasional yang mampu mendorong dan meningkatkan, menjamin mutu barang dan/atau jasa serta mampu memfasilitasi keberterimaan produk nasional dalam transaksi pasar global. Dari sistem dan kondisi tersebut diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk barang dan/atau jasa Indonesia di pasar global.
Berikut Merupakan Beberapa Informasi Tentng BSN

UNDANG-UNDANG RI NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DISAHKAN DI JAKARTA PADA TANGGAL 17 SEPTEMBER 2014, DIUNDANGKAN MELALUI LEMBARAN LEMBARAN NEGARA RI TAHUN 2014 NOMOR 216, TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI NOMOR 5584
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian,  bertujuan untuk:
  1. meningkatkan jaminan mutu, efisiensi produksi, daya saing nasional, persaingan usaha yang sehat dan transparan dalam perdagangan , kepastian usaha, dan kemampuan pelaku usaha, serta kemampuan inovasi teknologi;
  2. meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya, serta negara, baik dari aspek keselamatan, keamanan, kesehatan, maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup;
  3. meningkatkan kepastian, kelancaran, dan efisiensi transaksi perdagangan Barang dan/atau Jasa di dalam negeri dan luar negeri.

Sejalan dengan perkembangan kemampuan nasional di bidang standardisasi dan dalam mengantisipasi era globlalisasi perdagangan dunia, AFTA (2003) dan APEC (2010/2020), kegiatan standardisasi yang meliputi standar dan penilaian kesesuaian (conformity assessment) secara terpadu perlu dikembangkan secara berkelanjutan khususnya dalam memantapkan dan meningkatkan daya saing produk nasional, memperlancar arus perdagangan dan melindungi kepentingan umum. Untuk membina, mengembangkan serta mengkoordinasikan kegiatan di bidang standardisasi secara nasional menjadi tanggung jawab Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Badan Standardisasi Nasional dibentuk dengan Keputusan Presiden No. 13 Tahun 1997 yang disempurnakan dengan Keputusan Presiden No. 166 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah dan yang terakhir dengan Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001, merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen dengan tugas pokok mengembangkan dan membina kegiatan standardisasi di Indonesia. Badan ini menggantikan fungsi dari Dewan Standardisasi Nasional – DSN. Dalam melaksanakan tugasnya Badan Standardisasi Nasional berpedoman pada Peraturan Pemerintah No. 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional.

Pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Standardisasi Nasional di bidang akreditasi dilakukan oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). KAN mempunyai tugas menetapkan akreditasi dan memberikan pertimbangan serta saran kepada BSN dalam menetapkan sistem akreditasi dan sertifikasi. Sedangkan pelaksanaan tugas dan fungsi BSN di bidang Standar Nasional untuk Satuan Ukuran dilakukan oleh Komite Standar Nasional untuk Satuan Ukuran (KSNSU). KSNSU mempunyai tugas memberikan pertimbangan dan saran kepada BSN mengenai standar nasional untuk satuan ukuran.Sesuai dengan tujuan utama standardisasi adalah melindungi produsen, konsumen, tenaga kerja dan masyarakat dari aspek keamanan, keselamatan, kesehatan serta pelestarian fungsi lingkungan, pengaturan standardisasi secara nasional ini dilakukan dalam rangka membangun sistem nasional yang mampu mendorong dan meningkatkan, menjamin mutu barang dan/atau jasa serta mampu memfasilitasi keberterimaan produk nasional dalam transaksi pasar global. Dari sistem dan kondisi tersebut diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk barang dan/atau jasa Indonesia di pasar global.
KEWENANGAN BSN
Dalam menyelenggarakan fungsi tersebut, BSN mempunyai kewenangan :
a. penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya;
b. perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan secara makro;
c. penetapan sistem informasi di bidangnya;
d. kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu :
  1) perumusan dan pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang standardisasi nasional;
  2) perumusan dan penetapan kebijakan sistem akreditasi lembaga sertifikasi, lembaga
      inspeksi dan laboratorium;
  3) penetapan Standar Nasional Indonesia (SNI);
  4) pelaksanaan penelitian dan pengembangan di bidangnya;
  5) penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan di bidangnya.

BSN mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang standardisasi nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BSN menyelenggarakan fungsi  :
a.    pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang standardisasi nasional;
b.    pengkoordinasian kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BSN;
c.    pelancaran dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang standardisasi nasional;
d.    penyelenggaraan kegiatan kerja sama dalam negeri dan internasional di bidang standardisasi ;
e.    penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum,
       ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, 
       persandian, perlengkapan, dan rumah tangga.
Sekretariat Utama menyelenggarakan fungsi :
a.    koordinasi perencanaan program dan perumusan kebijakan di bidang standardisasi serta kebijakan teknis
       BSN;
b.    pembinaan dan pelayanan administrasi, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan,
       persandian, perlengkapan, dan rumah tangga BSN;
c.    koordinasi dan penyusunan peraturan perundang-undangan, penelaahan hukum, pemberian bantuan dan
       penyuluhan hukum serta pelaksanaan hubungan masyarakat dan hubungan
       antar lembaga;
d.    pembinaan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia, program  kegiatan standardisasi, kerjasama
       fungsional dan antar lembaga terkait lainnya di lingkungan BSN;
e.    koordinasi dan penyusunan laporan BSN.
Biro Perencanaan, Keuangan, dan Tata Usaha menyelenggarakan fungsi :
a.    pengumpulan data dan informasi untuk penyusunan kebijakan, program dan perencanaan;
b.    penyusunan anggaran rutin dan pembangunan;
c.    perencanaan kebutuhan, pengadaan, penyimpanan, penyaluran, serta inventarisasi kekayaan negara;
d.    pelaksanaan pengelolaan keuangan;
e.    pelaksanaan urusan rumah tangga;
f.    pelaksanaan urusan ketatausahaan.
Biro Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat menyelenggarakan fungsi :
a.    pelaksanaan analisa, pengkajian, penelaahan dan penyusunan peraturan perundang-undangan;
b.    pelaksanaan dokumentasi dan pemberian informasi hukum;
c.    pelaksanaan pemberian bantuan dan penyuluhan hukum;
d.    pelaksanaan pengelolaan dan pembinaan pegawai;
e.    pelaksanaan penataan, evaluasi dan perumusan organisasi dan tata laksana serta pengawasan dan
      evaluasi manajemen mutu internal;
f.    pelaksanaan hubungan masyarakat dan hubungan antar lembaga.

Deputi Bidang Penerapan Standar dan Akreditasi menyelenggarakan fungsi :
a.    perumusan kebijakan di bidang sistem penerapan standar, akreditasi dan sertifikasi dalam bidang
      standardisasi;
b.    penyusunan rencana dan program nasional di bidang sistem penerapan standar, akreditasi dan sertifikasi
      dalam bidang standardisasi;
c.    pembinaan, pengkoordinasian dan penyelenggaraan serta pengendalian kegiatan sistem penerapan
       standar, akreditasi dan sertifikasi dalam bidang standardisasi serta penyediaan
       bahan acuan dan ketertelusuran sistem pengukuran;
d.    penyiapan rumusan penetapan, pembinaan, pemeliharaan dan tata cara kalibrasi standar nasional untuk
       satuan ukuran;
e.    penetapan dan pelaksanaan koordinasi laboratorium uji standar dan laboratorium metrologi selaku
       laboratorium acuan;
f.    pembinaan dan penyelenggaraan kerjasama dengan badan-badan nasional dan internasional di bidang
      sistem penerapan standar, akreditasi dan sertifikasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan
      yang berlaku.
Pusat Sistem Penerapan Standar menyelenggarakan fungsi :
a.    penyiapan rumusan kebijakan di bidang sistem pemberlakuan standar dan penanganan pengaduan serta
       prasarana penerapan standar dan sistem jaminan mutu;
b.    pembinaan dan koordinasi program pemberlakuan standar dan penanganan pengaduan serta pembinaan
       prasarana penerapan standar dan sistem jaminan mutu;
c.    pelaksanaan urusan sistem pemberlakuan standar dan penanganan pengaduan;
d.    pelaksanaan urusan sistem prasarana penerapan standar dan sistem jaminan mutu;
e.    pelaksanaan pemantauan dan evaluasi sistem pemberlakuan standar, penanganan pengaduan serta
       prasarana penerapan standar dan sistem jaminan mutu.

Pusat Akreditasi Lembaga Sertifikasi menyelenggarakan fungsi :
a.    penyiapan rumusan kebijakan di bidang sistem akreditasi lembaga sertifikasi dan lembaga pelatihan;
b.    pembinaan dan koordinasi program di bidang akreditasi lembaga sertifikasi dan lembaga pelatihan;
c.    pelaksanaan kerjasama akreditasi baik nasional, bilateral maupun international di bidang standardisasi;
d.    pelaksanaan Komite Akreditasi Nasional di bidang akreditasi lembaga sertifikasi dan lembaga pelatihan;
e.    pelaksanaan evaluasi sistem akreditasi dan sertifikasi di bidang standardisasi serta penerapannya.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Standardisasi menyelenggarakan fungsi :
a.    penyiapan rumusan kebijakan di bidang penelitian dan pengembangan;
b.    pembinaan dan koordinasi program di bidang penelitian dan pengembangan;
c.    pelaksanaan penelitian dan pengembangan standardisasi;
d.    penyusunan program dan tata operasional penelitian dan pengembangan;
e.    pelaksanaan kerjasama di bidang penelitian dan pengembangan;
f.    pelaksanaan pemantauan dan evaluasi penelitian dan pengembangan.
Pusat Perumusan Standar menyelenggarakan fungsi :
a.    penyiapan rumusan kebijakan di bidang perumusan dan revisi Standar Nasional Indonesia;
b.    pembinaan dan pengembangan sistem perumusan Standar Nasional Indonesia;
c.    perumusan dan revisi Standar Nasional Indonesia;
d.    pelaksanaan evaluasi perumusan dan revisi Standar Nasional Indonesia.
Pusat Kerjasama Standardisasi menyelenggarakan fungsi :
a.    penyiapan rumusan kebijakan di bidang kerjasama teknis perdagangan, kelembagaan standardisasi dan
      kegiatan notifikasi;
b.    perencanaan program di bidang kerjasama teknis perdagangan, kelembagaan standardisasi dan kegiatan
       notifikasi;
c.    pembinaan, pengkoordinasian dan pelaksanaan pelayanan, dan evaluasi di bidang kerjasama teknis
       perdagangan, kegiatan Panitia Nasional dan Kelompok Kerja serta kegiatan notifikasi;
d.    pelaksanaan kerjasama di bidang kelembagaan standardisasi lintas sektoral dan daerah;
e.    pelaksanaan urusan pengelolaan keanggotaan Indonesia dalam organisasi standardisasi dan kerjasama
      dengan badan standardisasi di tingkat bilateral, regional maupun internasional;
f.    pelaksanaan pengembangan sistem, mekanisme serta prosedur untuk bidang notifikasi dan kerjasama
      teknis perdagangan, kerjasama standardisasi internasional dan kerjasama standardisasi dalam negeri.
      
Deputi Bidang Informasi dan Pemasyarakatan Standardisasi menyelenggarakan fungsi :
a.    perumusan kebijakan di bidang pengembangan, pembinaan dan pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan
       pengembangan dan pendayagunaan sumberdaya informasi dan dokumentasi,
       serta pembinaan sistem dan pelaksanaan pendidikan, pelatihan, promosi dan pemasyarakatan bidang
       standardisasi dan jaminan mutu;
b.    penyusunan rencana dan program nasional di bidang pengembangan dan pendayagunaan sumberdaya
       informasi dan dokumentasi, pembinaan sistem dan pelaksanaan pendidikan,
       pelatihan, promosi dan pemasyarakatan bidang  standardisasi dan jaminan mutu;
c.    pemantauan, pembinaan, pengkoordinasian, penyeleng-garaan dan pengendalian kegiatan di bidang
       pengembangan dan pendayagunaan sumberdaya informasi dan dokumentasi,
       pembinaan sistem dan pelaksanaan pendidikan, pelatihan, promosi dan pemasyarakatan bidang
       standardisasi dan jaminan mutu;
d.    penyelenggaraan kegiatan informasi dan dokumentasi standardisasi;
e.    penyelenggaraan pendidikan, pelatihan dan pemasyara-katan standardisasi.
Pusat Informasi dan Dokumentasi Standardisasi menyelenggarakan fungsi :
a.    Penyiapan perumusan kebijakan di bidang sistem komunikasi data dan jaringan informasi standardisasi,
      dokumentasi dan perpustakaan pendayagunaan informasi standardisasi;
b.    penyusunan rencana dan program pengembangan sistem komunikasi data dan jaringan informasi,
       dokumentasi dan perpustakaan, serta pendayagunaan informasi standardisasi;
c.    pengembangan sistem komunikasi data dan sistem jaringan informasi standardisasi;
d.    pelaksanaan dokumentasi dan perpustakaan standardisasi;
e.    pendayagunaan informasi standardisasi, dan pemberian layanan informasi standardisasi.

Pusat Pendidikan dan Pemasyarakatan Standardisasi menyelenggarakan fungsi :
a.    perumusan kebijakan di bidang pendidikan dan pelatihan, serta pemasyarakatan di bidang standardisasi
      dan jaminan mutu;
b.    penyusunan rencana dan program, pembinaan dan koordinasi di bidang pendidikan dan pelatihan serta
       pemasyarakatan di bidang standardisasi dan jaminan mutu;
c.    pelaksanaan kerjasama di bidang pendidikan dan pelatihan serta pemasyarakatan di bidang standardisasi
      dan jaminan mutu;                                                                    
d.    pelaksanaan dan pelayanan jasa pendidikan dan pelatihan standardisasi dan jaminan mutu;
e.    pelaksanaan pemasyarakatan standardisasi dan jaminan mutu.
f.    pelaksanaan evaluasi dalam pendidikan dan pelatihan serta pemasyarakatan di bidang standardisasi  dan
      jaminan mutu.




http://www.bsn.go.id/main/bsn/isi_bsn/43 

Etika Profesi

Pengertian Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno yaitu ethikos yang berarti timbul dari kebiasaan. Etika merupakan sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral.Menurut KBBI etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
Etika dimulai saat  manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam pendapat-pendapat spontan dalam pembicaraan. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita rasakan, antara lain karena pendapat etis kita berbeda dengan pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki sudut yang melihat dari sudut baik dan buruk terhadap perbuatan manusia.
Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika).
pengertian profesi
Profesi adalah suatu pekerjaan yang memerlukan pelatihan maupun penguasaan terhadap ilmu pengetahuan tertentu. Atau profesi juga sering di artikan sebagai pekerjaan yang memerlukan pelatihan dan keahlian khusus. Umumnya setiap profesi memiliki asosiasi, memiliki kode etik, memiliki sertifikasi, dan memiliki lisensi khusus untuk bidang profesi tertentu.
Orang yang memiliki profesi dalam bidang tertentu biasanya sering di sebut dengan profesional. Profesional juga sering sekali di artikan sebagai keahlian teknis yang dimiliki oleh seseorang. Misalnya desainer yang memiliki keahlian yang berkualitas dalam merancang sesuatu. Sebenarnya arti profesional tidaklah sesingkat itu, untuk lebih lengkapnya baca: Pengertian profesional dan ciri-cirinya lengkap

Ciri-Ciri Profesi Dan Syarat-Syarat Profesi

1. Ciri-Ciri Profesi

Beberapa ciri profesi secara umum, diantaranya sebagai berikut ini:

a)    Memiliki pengetahuan khusus tentang suatu bidang pekerjaan, seperti adanya keahlian dan keterampilan yang didapatkan dari pelatihan maupun dari pendidikan khusus seta pengalaman yang cukup lama.
b)    Memiliki aturan dan juga standar moral yang tinggi, umumnya bagi orang yang memiliki profesi setiap kegiatan yang dilakukannya berdasarkan pada kode etik bidang profesinya.
c)    Mementingkan kepentingan masyarakat, setiap melaksanakan profesi harus selalu mementingkan kepentingan masyarakat terlebih dahulu daripada kepentingan pribadinya.
d)    Memiliki izin khusus dalam menjalankan kegiatan profesinya, artinya setia profesi tentunya selalu berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dimana setiap kegiatan yang dilaksanakan seorang yang memiliki profesi harus memiliki izin khusus jadi tidak sembarangan dalam menjalankan kegiatannya.
e)    Orang yang memiliki profesi biasanya selalu menjadi anggota organisasi profesi yang menjadi bidangnya.
2. Syarat-Syarat profesi
Beberapa syarat-syarat suatu profesi secara umum, diantaranya sebagai berikut ini:

a)    Mempelajari suatu bidang ilmu khusus.
b)    Melibatkan kegiatan-kegiatan intelektual.
c)    Membutuhkan persiapan secara profesional, jadi bukan hanya sekedar latihan saja.
d)    Membutuhkan latihan dalam suatu bidang secara berkelanjutan.
e)    Mementingkan pelayanan kepada masyarakat daripada kepentingan pribadi.
f)     Memiliki organisasi profesi sesuai bidang yang profesional yang kuat.
g)    Menjanjikan karir dan keanggotaan yang permanen.

Pengertian Kode Etik Profesi

        Kode etik profesi merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sanksi yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma hukum.
        Kode Etik juga dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.
       Kode etik profesi itu merupakan sarana  untuk membantu para pelaksana sebagai seseorang yang professional supaya tidak dapat merusak etika profesi.

Tujuan diterapkannya Kode Etik Profesi :
·         Menjunjung tinggi martabat profesi
·         Melindungi pihak yang menjadi layanan profesi dari perbuatan mal-praktik.
·         Meningkatkan kualitas profesi.
·         Menjaga status profesi.
·         Menegakkan ikatan antara tenaga professional dengan profesi yang disandangnya.

Peranan Etika Profesi dalam Bidang Teknik Industri

Etika menjadi atribut pembeda yang membedakan antara manusia dengan mahluk hidup yang lainnya. Manusia dikatakan sebagai mahluk yang memiliki sebuah derajat yang tinggi di dunia ini, salah satunya karena adanya etika. Berikut ini adalah salah satu contoh etika yang telah disepakati oleh suatu organisasi yaitu tentang kode etik seorang sarjana Teknik Industri dan Manajemen Industri. Semoga menjadi contoh untuk kita semua. Untuk lebih menghayati Kode Etik Profesi Sarjana Teknik Industri dan Manajemen Industri   Indonesia   dalam   operasionalisasi   sesuai   bidang   masing-masing,   dan   sadar sepenuhnya   akan  tanggung   jawab   sebagai   warga   negara   maupun   sebagai   sarjana,   akan panggilan pertumbuhan dan pengembangan pembangunan di Indonesia maka kami Sarjana Teknik Industri dan Manajemen Industri bersepakat untuk lebih mempertinggi pengabdian kepada Bangsa, Negara dan Masyarakat. Selaras dengan dasar negara yaitu “PANCASILA” maka disusunlah kode etik profesi berikut ini yang harus dipegang dengan keyakinan bahwa penyimpangan darinya merupakan pencemaran kehormatan dan martabat Sarjana Teknik dan Manajemen Industri Indonesia.

PASAL 1:

Dalam   melaksanakan   tugas   yang   dipercayakan   kepadanya   Sarjana   Teknik   Industri   dan Manajemen Industri akan selalu mengerahkan segala kemampuan dan pengalamannya untuk selalu   berupaya   mencapai   hasil   yang   terbaik   didalam   keluhuran   budi   dan  kemanfaatan masyarakat luas secara bertanggung jawab.

PASAL 2:

Dalam melaksanakan tugas yang melibatkan disiplin dan pengetahuan lain, Sarjana Teknik Industri dan Manajemen Indutstri akan senatiasa menghormati dan menghargai keterlibatan mereka, dan akan selalu mendayagunakan disiplin Teknik Indutri dan Manajemen Industri akan dapat lebih dioptimalkan dalam upaya mencapai hasil terbaik.

PASAL 3:

Sarjana Teknik Industri dan Manajemen Industri bertanggung jawab atas pengembangan keilmuan dan penerapannya dimasyarakat, dan akan selalu berupaya agar tercapai kondisi yang efisien dan optimal dalam segenap upaya bagi perbaikan dalam pembangunan dan pemeliharaan sistem.

PASAL 4:

Sarjana Teknik Industri dan Manajemen Industri mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi dan di dalam melaksanakan tugasnya tidak akan melakukan perbuatan tidak jujur, mencemarkan atau merugikan sesama rekan sekerja.

PASAL 5:

Sarjana Teknik Industri dan Manajemen Industri akan selalu bersikap dan bertindak bijaksana terhadap   sesama   rekannya   dan   terutama   kepada   rekan   mudanya;   selalu   mengusahakan kemajuan   untuk   meningkatkan   kemampuan   dan   kecakapan,   bagi   dirinya   pribadi,   bagi masyarakat maupun bagi pengebangan Teknik Industri dan Manajemen Industri di Indonesia.