Pendidikan
Menjadi Insinyur
Ir.
Rudianto Handojo, IPM
Direktur
Eksekutif PII
Lebih
dari 60 tahun yang lalu pencantuman gelar Ir., Dr., Mr., Drs., biasa dilakukan
di depan nama oleh mereka yang telah menyelesaikan pendidikan ilmu teknik, ilmu
kedokteran, ilmu hukum dan ilmu sains serta non eksakta. PII didirikan pada era
ahli teknik adalah Insinyur, dan anggota PII adalah para insinyur. Kemudian
jaman berubah. Mungkin dengan semangat mengindonesiakan semua yang berbau
Belanda, kemudian dalam ijazah, muncul lah gelar sarjana teknik (ST), sarjana
kedokteran (S.Ked), sarjana hukum (SH), juga S.Sos., SE., dan lainnya, sebagai
gelar yang diperoleh setelah mahasiswa menyelesaikan pendidikan strata 1. Diletakannya
pun di belakang nama.
Belakangan
disepakati bahwa, untuk mendapatkan gelar Insinyur, seseorang harus menyelesaikan
pendidikan tinggi dengan mengantungi lebih dari 160 SKS. Namun sejak tahun
1993, untuk lulus dari pendidikan tinggi teknik , mahasiswa hanya harus menyelesaikan
144 SKS dengan masa kuliah 4 tahun. Mulai saat itu juga lulusannya bergelar ST.
Lambat laun gelar Insinyur seperti hilang dan seolah menjadi sejarah. Hanya PII
yang terus menghimpun anggotanya, para insinyur. Pada saat itu terjadi kesepakatan
bahwa ST adalah gelar akademis yang diberikan perguruan tinggi, dan Insinyur
adalah gelar profesi yang diberikan karena yang bersangkutan berkarir atau
berprofesi di bidang keinsinyuran. PII sangat berkepentingan dengan masalah
gelar ini, yang sejak tahun 1997, sistemnya memberi gelar Insinyur Profesional (IP)
yang diakui kesetaraannya di lingkungan APEC, dengan syarat harus menyandang
gelar Insinyur terlebih dulu.
Pada
2003, UU SISDIKNAS No 20/2003 disahkan. Pasal 21 UU ini menyatakan bahwa gelar
profesi hanya diberikan oleh perguruan tinggi (Perti). Pengaturan yang lebih
lengkap muncul di UU DIKTI No 12/2012 pasal 24, yang mulai menyebut program profesi
sebagai pendidikan untuk sarjana guna memeroleh kecakapan yang diperlukan dalam
dunia kerja. Program profesi diselenggarakan oleh Perti bekerja sama dengan
organisasi profesi. Lulusan program profesi ini berhak menggunakan gelar profesi,
termasuk apa yang sekarang dikenal sebagai program profesi insinyur. Setelah
PII berjuang hampir 20 tahun, akhirnya lahirlah UU No 11/2014 tentang
Keinsinyuran. Pengesahan UU ini semakin menegaskan bahwa gelar profesi di
bidang keinsinyuran adalah Insinyur, yang dapat disandang seseorang dengan
mengikuti Program Profesi Insinyur (PPI). Menurut UU ini, seorang sarjana teknik
atau ST yang ingin mendapat gelar Insinyur, dapat mengikuti PPI. Dari kajian yang
dilakukan PII, program ini direncanakan memiliki nilai studi antara 18-36 SKS
yang dua pertiganya adalah dengan magang di industri. Namun yang penting adalah
semangat program ini yang bertujuan untuk menjadikan para ST siap berprofesi
sebagai Insinyur.
Insinyur
adalah universal, dengan kriteria insinyur yang berlaku universal. Acuan yang
biasa digunakan dalam bidang keinsinyuran dunia adalah yang diperkenalkan oleh
ABET (Accreditation Board for Engineering
and Technology), sebuah lembaga akreditasi untuk program studi keinsinyuran
yang berlokasi di Amerika Serikat. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi
oleh seorang insinyur. Di sisi lain, Insinyur juga mempunyai standar nasional, sehingga
perlu memahami standar layanan insinyur serta hak dan kewajiban insinyur
sebagaimana yang tertera dalam UU Keinsinyuran. Dengan demikian, kini, kita
memasuki era baru bahwa gelar Insinyur dapat digunakan secara luas dan legal,
asal telah lulus dari Program Profesi Insinyur yang diselenggarakan bersama
oleh Perti dan PII.
Pembangunan
Keinsinyuran Indonesia
Prof.
Dr. Ir. Harijono A. Tjokronegoro, DEA, IPM.
Guru
Besar Institut Teknologi Bandung
Kehadiran
UU Nomor 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran adalah solusi pembangunan keinsinyuran
Indonesia sehubungan dengan keberadaannya dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Sebagaimana diketahui, Indonesia bukan saja ketinggalan dalam jumlah, namun
juga pada pengakuan kualitas insinyur yang menjadi tantangan amat penting pembangunan
daya saing menghadapi kesejajaran dengan negara-negara di ASEAN. Untuk itu, UU
Keinsinyuran dimaksudkan guna menjawab tantangan tersebut, dengan mengatur
pembangunan keinsinyuran di Indonesia melalui dua tahap, yaitu program (pendidikan)
profesi insinyur dan registrasi insinyur profesional, di mana ujung dari keduanya
adalah ijin bagi insinyur (termasuk insinyur asing) untuk melakukan praktik keinsinyuran
di Indonesia. UU Keinsinyuran menjamin serta memberikan perlindungan hukum bagi
insinyur teregistrasi (registered
engineer), pengguna (yang memekerjakan tenaga insinyur),maupun pemanfaat
(masyarakat yang memanfaatkan karya insinyur) yang berkenaandengan kegiatan dan
karya keinsinyuran. Kata kunci UU Keinsinyuran adalah kepastian hukum bagi penyelenggara
keinsinyuran, perlindungan hukum bagi pengguna dan pemanfaat karya keinsinyuran,
kewenangan insinyur, kewajiban, tanggung jawab dan hak insinyur, serta program
(pendidikan) profesi insinyur oleh perguruan tinggi.
Dalam
pendidikan insinyur, UU Keinsinyuran mengamanatkan kepada perguruan tinggi
(PT), bersama-sama dengan PII serta pemangku kepentingan terkait, untuk
menyelenggarakan program (pendidikan) profesi insinyur (PPI). Dalam pelaksanaannya,
atas usul PT dan Dewan Insinyur Indonesia, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan
Tinggi (Kemenristekdikti) akan menerbitkan standar PPI untuk disiplin/bidang keinsinyuran
yang dibutuhkan oleh industri dan/atau masyarakat. Mereka yang dinyatakan lulus
dari PPI akan mendapatkan gelar insinyur (Ir) di depan nama yang bersangkutan
dari PT penyelenggara PPI. Dan bagi mereka yang telah memenuhi standar PPI,
baik melalui program profesi atau program rekognisi pembelajaran lampau (RPL),
serta telah lulus PPI akan mendapatkan sertifikat profesi insinyur (SPI) yang
diterbitkan oleh Persatuan Insinyur Indonesia. Dengan pengakuan tersebut, setiap
orang yang memiliki SPI dapat melakukan pekerjaan (praktik) keinsinyuran yang dilindungi
oleh undang-undang sesuai kualifikasi yang dimilikinya. SPI adalah „tiket bagi
sesorang untuk berkarier sebagai insinyur profesional.
UU
Keinsinyuran juga memberi mandat kepada Persatuan Insinyur Indonesia (PII)
untuk menerbitkan surat tanda registrasi insinyur (STRI) kepada setiap insinyur
profesional yang memiliki sertifikat kompetensi insinyur (SKI), yaitu mereka yang
telah lulus uji kompetensi insinyur. Uji kompetensi insinyur dilakukan oleh
suatu lembaga sertifikasi profesi (LSP) mandiri berdasarkan standar kompetensi
yang ditetapkan oleh Dewan Insinyur Indonesia (DII). Dalam hal ini LSP
menerbitkan sertifikat kompetensi insinyur (SKI) untuk setiap insinyur yang lulus
uji kompetensi. Pemegang SKI dalam terminologi umum dikenal pula sebagai insinyur
profesional (IP). Hanya kepada pemegang STRI (yaitu pemilik SKI) yang kemudian
dapat melakukan praktik keinsinyuran di Indonesia, beserta sanksi-sanksi yang
melekat bagi yang tidak memiliki STRI namun melakukan pekerjaan keinsinyuran.
Demikian pula halnya insinyur asing yang hendak melakukan praktik keinsinyuran
di Indonesia. Mereka harus memiliki STRI yang berlaku selama 5 (lima) tahun dan
dapat diperbaharui melalui program pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB)
dan proses uji ulang kompetensi oleh LSP terkait.
Untuk semua di atas, yang menjadi objektif keinsinyuran,
adalah mencakup disiplin teknik kebumian dan energi; rekayasa sipil dan
lingkungan terbangun; industri; konservasi dan pengelolaan sumber daya alam;
pertanian dan hasil pertanian; teknologi kelautan dan perkapalan; dan
aeronautika dan astronotika.
Sementara
itu, bidang-bidang keinsinyuran yang menjadi perhatian UU Keinsinyuran meliputi
pengkajian dan komersialisasi; konsultasi, rancang bangun, dan konstruksi;
teknik dan manajemen industri, manufaktur, pengolahan, dan proses produk;
eksplorasi dan eksploitasi sumber daya mineral; penggalian, penanaman,
peningkatan, dan pemuliaan sumber daya alami; dan pembangunan, pembentukan, pengoperasian,
dan pemeliharaan aset.
Dalam
UU ini juga terdapat dua lembaga yang mendapatkan amanat langsung yang
berhubungan dengan penyelenggaraan kinsinyuran di Indonesia, yaitu Dewan Insinyur
Indonesia dan Persatuan Insinyur Indonesia. Dewan Insinyur Indonesia atau DII
adalah lembaga yang bertanggung jawab kepada Presiden, yang memiliki fungsi
perumusan kebijakan Penyelenggaraan dan pengawasan pelaksanaan praktik
keinsinyuran di Indonesia. Diantara tugas serta kewenangan DII adalah
berhubungan dengan standar PPI, standar PKB, dan menetapkan standar kompetensi
serta uji kompetensi insinyur. Sedangkan Persatuan Insinyur Indonesia atau PII adalah
himpunan insinyur Indonesia, yang memiliki fungsi pelaksanaan praktik
keinsinyuran di Indonesia. Di antara tugas dan kewenangan PII adalah
berhubungan dengan pelayanan keinsinyuran, pelaksanaan PPI bersama perguruan tinggi,
pelaksanaan PKB, melakukan pengendalian dan pengawasan bagi terpenuhinya
kewajiban insinyur, dan menerbitkan, memperpanjang, membekukan dan mencabut
STRI.
Dengan terdapatnya perlindungan hukum atas hak
serta kewenangan insinyur yang diatur oleh UU Keinsinyuran, maka akan didapat
bukan saja pertumbuhan jumlah isinyur, namun juga peningkatan atas kualitas
insinyur guna penguatan kemandirian hingga daya saing insinyur dan keinsinyuran
Indonesia. Tidak ada pilihan, setiap institusi dan atau organisasi harus segera
melakukan upaya kualifikasi (mendapatkan SKI) hingga registrasi (mendapatkan
STRI) untuk setiap insinyur yang dimilikinya sehingga institusi yang bersangkutan
memiliki kapasitas untuk menjalankan berbagai pekerjaan atau praktik
keinsinyuran. Kehadiran UU Keinsinyuran diharapkan pula mampu menumbuhkan minat
dan kesadaran individu untuk berkarier sebagai insinyur profesional dengan
pengakuan kompetensi (memiliki SKI) hingga memiliki STRI yang dilindungi
undang-undang. Dan dengan cara demikian maka daya saing insinyur Indonesia
dapat terwujud, bukan saja untuk MEA namun juga untuk kemandirian pembangunan
Indonesia.
Menuju
diberlakukannya secara penuh UU Keinsinyuran, serta sambil menunggu
terbentuknya Dewan Insinyur Indonesia (DII) - yang antara lain akan menetapkan
rumusan kebijakan yang berhubungan dengan kualifikasi dan kompetensi insinyur
Indonesia - Persatuan Insinyur Indonesia (PII) membuka kesempatan kepada mereka
yang telah memiliki cukup pengalaman dalam pekerjaan keinsinyuran untuk menjadi
anggota PII dan mendapatkan pengakuan insinyur profesional (IP). PII pada saat
ini menerbitkan tiga macam kualifikasi IP (setara dengan SKI), yaitu IP Pratama
(IPP), IP Madya (IPM) dan IP Utama (IPU). Kualifikasi IP diberikan kepada
anggota PII berdasarkan kompetensi yang dapat ditunjukkan/dibuktikan berdasarkan
pengalaman yang dimiliki anggota. Mereka yang mendapatkan pengakuan IP dari
PII, menurut UU Keinsinyuran, dinyatakan sebagai insinyur teregistrasi, atau
setara pemegang STRI.Upaya ini dimaksudkan guna mempercepat tumbuhnya jumlah IP
yang diakui oleh UU Keinsinyuran guna terwujudnya daya saing keinsinyuran
bangsa. PII menerbitkan sertifikat pengakuan IPP, IPM, dan IPU berdasarkan rekomendasi
dari Majelis Penilai (MP) berbasis hasil penilaian kompetensi yang besangkutan,
yang ditunjukkan/dibuktikan oleh himpunan pengalaman dalam pekerjaan keinsinyuran
yang dituangkan di dalam form aplikasi insinyur profesional (FAIP).
Pada
saat ini, melalui MP Badan Kejuruan (BK), PII melakukan penilaian kompetensi
keinsinyuran untuk 15 bidang/kejuruan: Sipil, Teknik Arsitektur, Mesin, Kimia,
Teknik Fisika, Teknik Pertanian, Teknik Kedirgantaraan, Teknik Kebumian dan Energi,
Teknik Elektro, Teknik Material, Teknik Industri, Teknologi Pertambangan,
Teknik Geodesi, Teknik Kelautan, dan Teknik Lingkungan. PII adalah anggota dari
Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK), ASEAN Engineer, dan APEC Engineer.
Dengan demikian, melalui PII, setiap anggota PII mempunyai hak untuk
mendapatkan pengkuan dari LPJK (mendapatkan sertifikat keahlian atau SKA),
ASEAN Engineer Register, dan APEC Engineer Register, sesuai dengan kualifikasi yang
dimilikinya.